Peristiwa Rengasdengklok dan dialog percakapan
Hai :) ada tugas sejarah ya? drama? gak masalah... di sini ada solusinya :))
dialognya ngarang, tapi sumbernya dari cerita sejarahnya :) semoga bermanfaat ya:)
Perdebatan Antara Golongan Tua &
Golongan Muda
Proklamasi, ternyata didahului oleh
perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua
maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan
Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan
pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan proklamasi itu
terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan
politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah,
jika tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena itu, untuk memproklamasikan
kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta,
dua tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi
Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (
PPKI ). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang
dari ketentuan pemerintah Jepang.
Sikap inilah yang tidak disetujui
oleh golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang.
Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan
itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah
Jepang. Perbedaan pendapat ini, mengakibatkan penekanan-penekanan golongan
pemuda kepada golongan tua yang mendorong mereka melakukan “aksi penculikan”
terhadap diri Soekarno-Hatta ( lihat Marwati Djoened Poesponegoro, ed.
1984:77-81 )
Tanggal 15 Agustus 1945, kira-kira
pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta,
tempat kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok
pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan
Lasmidjah Hardi ( 1984:58 ); Ahmad Soebardjo ( 1978:85-87 ) sebagai berikut:
CHAIRUL SHALEH :” Sekarang
Bung, sekarang! malam ini juga kita kobarkan revolusi !” kata Chaerul
Saleh dengan meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap
mengepung kota dengan maksud mengusir tentara Jepang.
SUKARNI :” Kita harus segera
merebut kekuasaan !” tukas Sukarni berapi-api.
PARA PEMUDA LAINNYA:”Kami sudah siap
mempertaruhkan jiwa kami !” seru mereka bersahutan.
WIKANA : (Wikana malah berani
mengancam Soekarno dengan pernyataan); ” Jika Bung Karno tidak
mengeluarkan pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat terjadinya suatu
pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari .”
Mendengar kata-kata ancaman seperti
itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil berkata:
BUNG KARNO : ” Ini batang
leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu
tidak usah menunggu esok hari !”.
HATTA kemudian memperingatkan
Wikana; “… Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi
Belanda yang akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika
saudara tidak setuju dengan apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa
saudara telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa
saudara tidak memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa
meminta Soekarno untuk melakukan hal itu ?”
PEMUDA : ” apakah kita harus
menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada kita sebagai hadiah, walaupun
Jepang sendiri telah menyerah dan telah takluk dalam ‘Perang Sucinya ‘!”.
PEMUDA LAINNYA :” Mengapa
bukan rakyat itu sendiri yang memproklamasikan kemerdekaannya ?Mengapa
bukan kita yang menyatakan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu
bangsa ?”. Dengan lirih, setelah amarahnya reda,
SOEKARNO berkata; “… kekuatan
yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan
total tentara Jepang! Coba, apa yang bisa kau perlihatkan kepada saya ? Mana
bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ?Apa tindakan bagian keamananmu
untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak ? Bagaimana cara
mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan ? Kita
tidak akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana
kita akan tegak di atas kekuatan sendiri “. Demikian jawab Bung Karno
dengan tenang.
Para pemuda, tetap menuntut agar
Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu pun,
tetap pada pendiriannya semula. Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda,
Bung Karno menjawab bahwa ia tidak
bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan para tokoh lainnya.
Utusan pemuda mempersilahkan Bung
Karno untuk berunding. Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad
Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro.
Tidak lama kemudian, Hatta
menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat diterima
dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa
dan harta.
Mendengar penjelasan Hatta, para
pemuda nampak tidak puas. Mereka mengambil kesimpulan yang menyimpang;
menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu
dari pengaruh Jepang.
Chairul Saleh : sekarang
apa yang harus kita lakukan? Soekarno
dan Moh. Hatta tetapbersikeras tidak menyetujuinya usul kita!
Sutan syahrir :”Begini
saja, Bung Karno
dan Moh. Hatta kita asingkan saja keluar Jakarta untujk menjauhkan mereka dari
pengaruh Jepang!”
Sukarni, Yusup Kamto,
Muwardi: “
Setuju “
Sutan syahrir : tapi
yang saya bingungkan kita akan membawa kedua tokoh Nasionalis itu kemana ya!.
Chairul Saleh : Kita
serahkan saja tugas ini kepada Singgih dan Latif Hendra ningrat.
Latif : baiklah
akan saya pikirkan dahulu (berpikir beberapa lama) Bagaimana kalau kita bawa mereka dua ke renggas
dengklok dekat Karawang?
Singgih : Benar, apa
kalian menyetujuinya?
Sutan syahrir Bagus,
kami setuju dengan rencana tersebut
Pukul 04.00 dinihari, tanggal 16
Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke Rengasdengklok.
Aksi “penculikan” itu sangat
mengecewakan Bung Karno,
latif hendra ningrat dan
Singgih pun pergi ke rumah Soekarno.
Singgi :
Tok.tok.tok….Assalamualaikum?
Fatmawati : Walaiku
salam (Fatmawati membuka pintu) Ada apa ya malam-malam begitu bertamu kemari?
Latif : Maaf Bu, kami tidak bermaksud mengganggu, tapi ada hal penting yang harus kami bicarakan dengan
Bung Karno.
Fatmawati : Ah
tidak apa-apa, mari silahkan masuk!
(Fatmawati menemui
suaminya dan Moh. Hatta
untuk memberitahukan kedatangan para pemuda. Tak lama kemudian Soekarno datang bersama Moch Hatta )
Singgih dan Latif “
Asalamu’alaikum”
Soekarno :
Waalaikum salam. Katanya
kalian ingin membicarakan hal yang penting dengan saya, memang hal yang penting
hal apa?”
Singgih :
Sebelumnya kami meminta maaf. Kami kemari
karena mendapat tugas untuk membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Karawang.
Hatta
: Memang
kenapa kami harus pergi keluar kota?
Latif : Untuk
menghindar dari pengaruh Jepang!
Latif : Sekarang
tuan bukan waktunya untuk berdebat cepat ikut kami
Mereka meninggalkan
rumah Soekarno dan menuju Renggas dengklok di Karawang. Di sana
Soekarno dan Moch. Hatta terus di desak oleh pemuda. Namun ternyata mereka
berdua sangat keras kepala dengan keyakinan mereka.
Latif : Bung
Karno, tunggu apa lagi? waktu inilah yang tepat bagi kita semua memperoklamasikan
kemerdekaan Indonesia.
Singgih : Iya,
sebaiknya Bung setuju usul kami ini!
Soekarno : Maaf
tapi saya tidak bisa!
Bung Karno marah dan kecewa,
terutama karena para pemuda tidak mau mendengarkan pertimbangannya yang sehat.
Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai tindakan patriotik. Namun, melihat
keadaan dan situasi yang panas, Bung Karno tidak mempunyai pilihan lain,
kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat yang mereka
tentukan. Fatmawati istrinya, dan Guntur yang pada waktu itu belum berumur satu
tahun, ia ikut sertakan.
Di samping itu, Rengasdengklok
letaknya terpencil sekitar 15 km. dari Kedunggede Karawang. Dengan demikian,
deteksi dengan mudah dilakukan terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang
mendekati Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah
Bandung atau Jawa Tengah.
Sehari
penuh, Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk
menekan mereka, supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari
segala kaitan dengan Jepang, rupa-rupanya tidak membuahkan hasil. Agaknya
keduanya memiliki wibawa yang cukup besar. Para pemuda yang membawanya ke
Rengasdengklok, segan untuk melakukan penekanan terhadap keduanya. Sukarni dan
kawan-kawannya, hanya dapat mendesak Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi
secepatnya seperti yang telah direncanakan oleh para pemuda di Jakarta .
Akan
tetapi, Soekarno-Hatta tidak mau didesak begitu saja. Keduanya, tetap berpegang
teguh pada perhitungan dan rencana mereka sendiri.
Di sebuah pondok bambu berbentuk
panggung di tengah persawahan Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan
panas;
PEMUDA :” Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami
memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu …”.
BUNG KARNO : ” Lalu apa ?”
teriak Bung Karno sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala.
Semua terkejut, tidak seorang pun
yang bergerak atau berbicara.
Waktu suasana tenang kembali.
Setelah Bung Karno duduk. Dengan
suara rendah ia mulai berbicara; ” Yang paling penting di dalam
peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah
merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17 “.
SUKARNI :” Mengapa justru
diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ?”
tanya Sukarni.
SOEKARNO : ”Saya seorang yang
percaya pada mistik”. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal,
mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan
di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci.
Pertama-tama kita sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua
berpuasa, ini berarti saat yang paling suci bagi kita. tanggal 17 besok hari
Jumat, hari Jumat itu Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al-Qur’an
diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu
kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia “. Demikianlah antara
lain dialog antara Bung Karno dengan para pemuda di Rengasdengklok sebagaimana
ditulis Lasmidjah Hardi ( 1984:61 ).
Sementara itu, di Jakarta, antara
Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua dengan Wikana dari golongan muda
membicarakan kemerdekaan yang harus dilaksanakan di Jakarta . Laksamana Tadashi
Maeda, bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya.
Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf Kunto dari pihak pemuda, hari itu juga
mengantar Ahmad Soebardjo bersama sekretaris pribadinya, Sudiro, ke
Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput tiba di
Rengasdengklok sekitar pukul 17.00. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan, bahwa
Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945,
selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, komandan kompi PETA
setempat, Cudanco Soebeno, bersedia melepaskan Soekarno dan
Hatta kembali ke Jakarta ( Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:82-83 )
sumber : http://shatteredstories.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar