Minggu, 09 Februari 2014

Peristiwa Rengasdengklok dan dialog percakapan

Edit Posted by noterokhimah.blogger.com with No comments
Peristiwa Rengasdengklok dan dialog percakapan

Hai :) ada tugas sejarah ya? drama? gak masalah... di sini ada solusinya :))
dialognya ngarang, tapi sumbernya dari cerita sejarahnya :) semoga bermanfaat ya:)



Perdebatan Antara Golongan Tua & Golongan Muda
Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang.
Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Perbedaan pendapat ini, mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan tua yang mendorong mereka melakukan “aksi penculikan” terhadap diri Soekarno-Hatta ( lihat Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:77-81 )
Tanggal 15 Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tempat kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan Lasmidjah Hardi ( 1984:58 ); Ahmad Soebardjo ( 1978:85-87 ) sebagai berikut:

CHAIRUL SHALEH :” Sekarang Bung, sekarang! malam ini juga kita kobarkan revolusi !” kata Chaerul Saleh dengan meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap mengepung kota dengan maksud mengusir tentara Jepang.


SUKARNI :” Kita harus segera merebut kekuasaan !” tukas Sukarni berapi-api.

 PARA PEMUDA LAINNYA:”Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami !” seru mereka bersahutan.

WIKANA : (Wikana malah berani mengancam Soekarno dengan pernyataan); ” Jika Bung Karno tidak mengeluarkan pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat terjadinya suatu pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari .”

Mendengar kata-kata ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil berkata:

BUNG KARNO : ” Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !”.

HATTA kemudian memperingatkan Wikana; “… Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi Belanda yang akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara tidak memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri Mengapa meminta Soekarno untuk melakukan hal itu ?”

PEMUDA : ” apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada kita sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah menyerah dan telah takluk dalam ‘Perang Sucinya ‘!”.
PEMUDA LAINNYA :” Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang memprokla­masikan kemerdekaannya ?Mengapa bukan kita yang menyata­kan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa ?”. Dengan lirih, setelah amarahnya reda,

SOEKARNO berkata; “… kekuatan yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total tentara Jepang! Coba, apa yang bisa kau perlihatkan kepada saya Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ?Apa tindakan bagian keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak di atas kekuatan sendiri “. Demikian jawab Bung Karno dengan tenang.

Para pemuda, tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu pun, tetap pada pendiriannya semula. Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda,
Bung Karno menjawab bahwa ia tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan para tokoh lainnya.

Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk berunding. Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro.
Tidak lama kemudian, Hatta menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa dan harta.
Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda nampak tidak puas. Mereka mengambil kesimpulan yang menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.

Chairul Saleh           : sekarang apa yang harus kita lakukan? Soekarno dan Moh. Hatta tetapbersikeras tidak menyetujuinya usul kita!
            Sutan syahrir           :”Begini saja, Bung Karno dan Moh. Hatta kita asingkan saja keluar Jakarta untujk menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang!”
Sukarni, Yusup Kamto, Muwardi:  “ Setuju “

Sutan syahrir           : tapi yang saya bingungkan kita akan membawa kedua tokoh Nasionalis itu kemana ya!.
Chairul Saleh           : Kita serahkan saja tugas ini kepada Singgih dan Latif  Hendra ningrat.
Latif                        : baiklah akan saya pikirkan dahulu (berpikir beberapa lama) Bagaimana kalau kita bawa mereka dua ke renggas dengklok dekat Karawang?
Singgih                    : Benar, apa kalian menyetujuinya?
Sutan syahrir          Bagus, kami setuju dengan rencana tersebut
Pukul 04.00 dinihari, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke Rengasdengklok.
Aksi “penculikan” itu sangat mengecewakan Bung Karno,

latif hendra ningrat dan Singgih pun pergi ke rumah Soekarno.
Singgi                      : Tok.tok.tok….Assalamualaikum?
Fatmawati               : Walaiku salam (Fatmawati membuka pintu) Ada apa ya malam-malam begitu bertamu kemari?
Latif                        : Maaf Bu, kami tidak bermaksud mengganggu, tapi ada hal penting yang harus kami bicarakan dengan Bung Karno.
Fatmawati               : Ah tidak apa-apa, mari silahkan masuk!
(Fatmawati menemui suaminya dan Moh.  Hatta untuk memberitahukan kedatangan para pemuda. Tak lama kemudian Soekarno datang bersama Moch Hatta )
Singgih dan Latif       “ Asalamu’alaikum”
Soekarno                : Waalaikum salam. Katanya kalian ingin membicarakan hal yang penting dengan saya, memang hal yang penting hal apa?”
Singgih                    : Sebelumnya kami meminta maaf. Kami kemari karena mendapat tugas untuk membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Karawang.
Hatta                       : Memang kenapa kami harus pergi keluar kota?
Latif                        : Untuk menghindar dari pengaruh Jepang!
Latif                        : Sekarang tuan bukan waktunya untuk berdebat cepat ikut kami
Mereka meninggalkan rumah Soekarno dan menuju Renggas dengklok di Karawang. Di sana Soekarno dan Moch. Hatta terus di desak oleh pemuda. Namun ternyata mereka berdua sangat keras kepala dengan keyakinan mereka.
Latif                        : Bung Karno, tunggu apa lagi? waktu inilah yang tepat bagi kita semua memperoklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Singgih                    : Iya, sebaiknya Bung setuju usul kami ini!
Soekarno                : Maaf tapi saya tidak bisa!
Bung Karno marah dan kecewa, terutama karena para pemuda tidak mau mendengarkan pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai tindakan patriotik. Namun, melihat keadaan dan situasi yang panas, Bung Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat yang mereka tentukan. Fatmawati istrinya, dan Guntur yang pada waktu itu belum berumur satu tahun, ia ikut sertakan.
Di samping itu, Rengasdengklok letaknya terpencil sekitar 15 km. dari Kedunggede Karawang. Dengan demikian, deteksi dengan mudah dilakukan terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang mendekati Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.
Sehari penuh, Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk menekan mereka, supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari segala kaitan dengan Jepang, rupa-rupanya tidak membuahkan hasil. Agaknya keduanya memiliki wibawa yang cukup besar. Para pemuda yang membawanya ke Rengasdengklok, segan untuk melakukan penekanan terhadap keduanya. Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat mendesak Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya seperti yang telah direncanakan oleh para pemuda di Jakarta .
Akan tetapi, Soekarno-Hatta tidak mau didesak begitu saja. Keduanya, tetap berpegang teguh pada perhitungan dan rencana mereka sendiri.

Di sebuah pondok bambu berbentuk panggung di tengah persawahan Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan panas;
PEMUDA :” Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu …”.

BUNG KARNO : ” Lalu apa ?” teriak Bung Karno sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala.
Semua terkejut, tidak seorang pun yang bergerak atau berbicara.

Waktu suasana tenang kembali.

Setelah Bung Karno duduk. Dengan suara rendah ia mulai berbicara; ” Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17 “.

SUKARNI :” Mengapa justru diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ?” tanya Sukarni.

SOEKARNO : ”Saya seorang yang percaya pada mistik”. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti saat yang paling suci bagi kita. tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al-Qur’an diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia “. Demikianlah antara lain dialog antara Bung Karno dengan para pemuda di Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi ( 1984:61 ).

Sementara itu, di Jakarta, antara Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua dengan Wikana dari golongan muda membicarakan kemerdekaan yang harus dilaksanakan di Jakarta . Laksamana Tadashi Maeda, bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf Kunto dari pihak pemuda, hari itu juga mengantar Ahmad Soebardjo bersama sekretaris pribadinya, Sudiro, ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput tiba di Rengasdengklok sekitar pukul 17.00. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan, bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, komandan kompi PETA setempat, Cudanco Soebeno, bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta ( Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:82-83 )



0 komentar: